Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Toko Buku Online

Minggu, 20 Maret 2011

Reformasi Hukum Islam Era Kemerdekaan

Oleh: Cipto Sembodo, MA

Baca:
Awal Penjajahan Hukum Islam
Belanda Delegitimasi Hukum Islam
Situs Riset dan Pustaka Gratis

Argumen Eksistensi Hukum Islam Nusantara
Bukti Eksistensi Hukum Islam Nusantara
Situs Pengetahuan Unik, Profit, Sehat

Di zaman penjajahan, masa-masa awal kemerdekaan hingga pertengahan era Orde Baru hukum Islam dapat dikatakan masih bergelut dengan problem legitimasi dalam peraturan perundang-undangan. Berbagai teori yang muncul mulai dari teori receptio in complexu, recepetie, receptie exit, receptio a contrario semuanya sebenarnya berisi argumen dan memperdebatkan tentang legitimasi hukum Islam.

Dalam konteks ini perjuangan hukum Islam diawali dengan upaya meruntuhkan teori receptie Snouck Hurgronje, pada saat yang sama me-reintroduksi (memperkenalkan kembali, membawa masuk kembali) hukum Islam dalam tata hukum Indonesia.

Ketika Indonesia merdeka dan menjadikan UUD 1945 sebagai dasar negara --kendati hukum yang lama masih berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945 melalui pasal peralihannya-- seluruh peraturan perundang-undangan pemerintah Hindia Belanda yang berdasarkan teori receptie tidak berlaku lagi disebabkan jiwanya bertentangan dengan UUD 1945. Teori receptie harus exit --keluar dan tidak diberlakukan— karena bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Hazairin menuduh teori receptie itu sebagai “teori iblis”. Sebab dengan mengikuti teori ini orang Islam diajak untuk tidak mematuhi al-Qur’an dan Sunnah. Pandangan Hazairin inilah yang biasa disebut teori Receptie Exit.

Menyangkut hubungan hukum Islam dengan adat, Sajuti Thalib mengembangkan teori Receptie Exit Hazairin di atas dengan teori Receptio A Contrario. Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa menyangkut hukum perkawinan dan hukum kewarisan, bagi orang Islam berlaku hukum Islam, karena hal tersebut sesuai dengan keyakinan, cita-cita batin dan moralnya. Sedangkan hukum adat berlaku bagi orang Islam apabila tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan hukum Islam. )

Begitu pula produk hukum yang dihasilkan, masih merefleksikan kelanjutan dari pertarungan argumen dan teori legitimasidi atas. Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman adalah contohnya. Dengan UU ini posisi peradilan agama menjadi sejajar dengan peradilan lainnya dalam tata hukum Indonesia. Undang-undang no. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyempurnakan argumen dan legitimasi hukum Islam dalam tata hukum Indonesia. Begitupun Undang-undang perkawinan nasional (UU no. 1 tahun 1974), dapat dibaca dalam konteks legitimasi hukum Islam.

Positivisasi dan Reformasi Hukum Islam
Memasuki akhir era orde baru dan era reformasi perjuangan hukum Islam tampaknya beralih kepada upaya-upaya positivisasi dan reformasi. Fokusnya bukan lagi mencarikan apa landasan legitimasi hukum Islam. Namun lebih dari itu adalah memberikan jawaban menganai kontribusi dan manfaat hukum Islam sebesar-besarnya kepada kehidupan berbangsa dan bernegara.

Positivisasi adalah upaya memasukkan unsur-unsur hukum Islam ke dalam undang-undang negara. Di sini undang-undang yang dihasilkan tidak harus bernama “hukum Islam. Namun yang terpenting, isi undang-undang itu tidak bertentangan dengan hukum Islam. Termasuk dalam pengertian positivisasi adalah menjadikan hukum Islam yang masih berbentuk fatwa atau pendapat ulama dalam kitab fiqh, menjadi undang-undang hukum Islam. Ini biasa disebut dengan Taqnin atau Qanunisasi.

Sejalan dengan upaya positivisasi adalah reformasi pemikiran hukum Islam, yaitu upaya untuk memberikan jawaban-jawaban ajaran Islam di bidang hukum terhadap kemajuan kontemporer. Artinya, positivisasi dimaksud adalah positivisasi hukum-hukum Islam yang benar-benar sesuai dan mampu menjawab tantangan zamannya. Dalam rangka inilah reformasi menjadi mutlak diperlukan. Ini tentu saja mengharuskan adanya pengertian-pengertian baru dan kontekstualisasi dari pemikiran-pemikiran fiqh sejauh masih sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah.

Upaya ini tampak dari berbagai produk undng-undang maupun peraturan lainnya sejak pertengahan Orde Baru hingga saat sekarang. Lahirlah misalnya sejumlah undang-undang dan aturan yang berisi sekaligus berlabel hukum Islam yang tentu saja hanya berlaku untuk umat islam, seperti Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang Zakat, Undang-undang Haji, Undang-undang Wakaf dan sebagainya.

Tahukah Anda?