Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Toko Buku Online

Minggu, 24 April 2011

Arah Baru Studi Hukum Islam


Baca juga tulisan berikut:
Trend Kriminalisasi Reformasi Hukum Islam
Tekstualitas Studi Hukum Islam
Problematika Pembaharuan Hukum Islam


Download Referensi:
Trend Kriminalisasi Reformasi Hukum Keluarga Islam
Studi Sosiologi Hukum Islam
Syari'ah dan Perubahan Sosial
Wacana Arah Baru Studi Hukum Islam

 Syari'ah Respon Sosial Politik
Hukum Islam (fiqh) dikritik oleh teoritisi-teoritisi hukum modern dan para Orientalis karena kekekalannya. Bagi mereka, “hukum itu hidup dan berkembang” dan bukan “suatu aturan yang tidak dapat berubah”. Hukum tidak boleh berhenti. Jadi perubahan sosial sangatlah penting dan hukum mengikuti perubahan itu. Singkatnya, hukum menurut konsepsinya yang modern, adalah sempurna jika mampu memenuhi secara maksimal kehendak-kehendak sosial dan sesuai dengan fakta-fakta sosial.

Hukum-hukum sekuler modern umumnya didasarkan atas premis semacam itu. Tetapi hal ini ditolak oleh sebagian besar umat Islam karena dianggap tidak mempunyai sifat transendental. Sementara fiqh telah mampu menampilkan diri sebagai suatu sistem hukum yang bersifat transendental dan, karenanya, tidak sekuler. Ini disebabkan adanya justifikasi dari teks-teks Qur’an dan Sunnah. Sayangnya, justifikasi tekstual-formal semacam ini ternyata telah mereduksi fiqh menjadi semacam “undang-undang ibadah”. Wilayahnya menyempit dan dalam banyak segi bahkan ternyata telah ditinggalkan oleh umat Islam sendiri.

Pembacaan terhadap pergumulan panjang sejarah fiqh dengan berbagai konteks yang melingkupinya memberikan data bahwa memang fiqh terbentuk secara evolutif, yang dalam banyak hal berkembang beriringan dengan berbagai perubahan sosial masyarakat Islam. Bahkan lebih dari itu, proses terbentuknya Syari’ah-pun tidak lain sebagai respons sosial dan politik yang tengah dihadapi dan diselesaikan oleh Nabi. Ini untuk menegaskan bahwa hukum Islam, baik dalam pengertian normatif maupun historis, semestinya tetap melihat kepada realitas sekelilingny secara seutuhnya.

Langkah Epistemologis-Metodologis
Berdasarkan hal itu, maka pertama-tama haruslah diambil langkah-langkah epistemologis-metodologis untuk mengintegrasikan ilmu hukum Islam dan ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk dapat menghasilkan dan menyusun teoretisasi hukum Islam ke dalam ilmu-ilmu sosial. Inilah yang akan menjamin terjalinnya proses interkoneksi dan integrasi dengan ilmu-ilmu sosial.

Pembacaan, pengkajian dan penelitian hukum Islam harus, oleh sebab itu, mesti dilengkapi dengan ilmu-ilmu sosial (social sciences), seperti sosiologi, sejarah dan antropologi. Studi hukum Islam tidak melulu diwarnai dengan hal-hal yang bersifat normatif –sebagai konsekuensi terlalu dominannya penekatan tekstual-formal, sehingga studi hukum Islam terkesan hanya menjadi studi teks-- tetapi juga mampu dihadapkan dengan realitas yang kontekstual tanpa harus tercerabut dari akar-akar transendentalnya yang khas Islami.

Ini penting untuk dilakukan sebelum menggabungkan serta menyatukan fiqh dan hukum-hukum modern ke dalam kesatuan organik. Berkaitan dengan hal ini, kebutuhan untuk menyamakan “bahasa” hukum Islam dengan “bahasa” hukum modern tidak bisa ditawar-tawar lagi. Karena memang bahasa hukum modern telah berkembang sangat jauh, sedangkan bahasa hukum Islam “berhenti” dan “membaku” sesudah abad IV.

Berikutnya, tentu saja adalah menentukan kemungkinan legislasi secara terbuka dan terukur dengan mempertimbangkan seluruh realitas filosofis, sosiologis dan politis. Langkah ini diperlukan untuk menjamin terlaksananya proses transformasi hukum Islam menjadi hukum negara secara damai dan bermanfaat. Dalam konteks tersebut, hal ini diperlukan untuk membumikan Syari’ah yang ramah, rahmatan lil’alamin.

Transformasi dan integrasi semacam inilah yang relevan dijadikan isu utama. Jika hukum Islam ingin ambil bagian dalam proses regulasi masyarakat modern, perlu integrasi dan transformasi. Penyatuan itu secara epistemologis juga memungkinkan kita untuk memunculkan sebuah tema baru Tasyri‘ Wad‘i as-Samawiy, dalam wacana hukum Islam. Sebuah hukum atau undang-undang yang dibuat oleh manusia tetapi memiliki nilai dan dimensi Ilahiah yang ditunjukkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Hal ini diharapkan akan mampu meminimalisasi dan menghapuskan dualitas dan ketegangan internal antara kedua sistem tersebut.

Api Semangat
Membumikan Syari’ah historis yang ramah, mengintegrasikan ilmu hukum Islam dan ilmu-ilmu sosial dan sebagainya seperti tersebut di atas tentu saja adalah menjadi kerja-kerja filosofis. Dan, dalam wacana kebangsaan, maka ke arah itulah studi hukum Islam mesti dilakukan.(Oleh: Cipto Sembodo)



Tahukah Anda?

Obesitas, Karena Tidur dalam Terang
Melatonin dan Rahasia Tidur dalam Gelap
Tahajjud: Terapi Hormon Kortisol
Jus Kulit Manggis, AVR Anti HIV
Ciri-Ciri Makanan Berpengawet
Food For Thought: Agar Otak Tetap Sehat
Kulit Manggis, Herbal Anti NARKOBA
Puasa Melejitkan Kecerdasan
Zikir Mampu Sehatkan Syaraf